Minang dan Merantau

       

        Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa dimana ada kehidupan pasti ada orang Minang atau Padang disana. Bahkan jika di Bulan ada kehidupan kemungkina besar pasti orang minang adalah yang pertama merantau kesana.
        Merantau,kata merantau adalah kata yang sangat tidak asing untuk orang minang. Merantau lebih seperti budaya untuk masyarakat minang. Budaya ini sesuai dengan pantun minag yang berbunyi:

       Karantau madang di hulu
       Babuah babungo alun
       Karantau Bujang dahulu
       Dikampuang baguno balun
       (Kerantau madang di hulu
       Berbuah berbunga belum
       Kerantau Bujang Dahulu
       Di Kampung berguna belum)

       Orang minang memang ada dimana mana di Nusantara ini,dari sabang sampai merauke. Dimana pun menginjakan kaki akan di dapati orang minang. Selain suku minang ada suku Banjar,Bugis,Batak dan sebagian orang Pantai Utara Jawa dan Madura. Tetapi Minang atau Padang jauh lebih dikenal sebagai perantau.
        Tradisi merantau orang minang sudah di mulai sejak berabad abad silam. Orang minang sudah merantau sampai ke semenanjung malaya jauh sebelum orang berkulit putih datang melakukan ekspansi ke tanah air. Diperpustakaan Leiden terdapat sebuah laporan yang menyebutkan tentang "the Minangkabau State in Malay Peninsula" (Negeri Minankabau di Semenanjung Malaya).
       Dalam budaya merantau orang minangkabau,konsep rantau dilihat dari segala sesuatu yang menjanjikan masa depan yang lebih baik,penghidupan yang lebih baik. Merantau lebih pada konsep perbaikan ekonomi dan tidak mengandung unsur politik. Namun itu berubah seiring berjalannya waktu. Merantau bisa untuk berdagang,mencari ilmu atau belajar dan mencari pekerjaan,pangkat atau jabatan.
       Orang minang merantau secara sukarela,kemauan dan biaya sendiri. Beda dengan katakanlah orang jawa yang 'merantau' dengan melalui sistem transmigrasi yang diprogram dan dibiayai oleh pemerintah. Orang minang melihat merantau ini sebagai semacam penjelajahan,hijrah dan membangun penghidupan yang lebih baik (Mochtar Naim,1984).
       Seorang laki laki minangkabau pada saat mulai memasuki usia dewasa akan di dorong untuk mulai merantau. Hal ini dilihat dari bagaimana laki laki yang sudah mulai 'bujang' dianjurkan untuk tidur di masjid, Tidur di masjid dianggap sebagai dorongan pertama untuk bisa merantau nantinya.
       Perantau minang terkenal karena daya membaurnya yang tinggi,mudah bergaul dengan warga setempat. Seperti pepatah 'Dimana bumi dipijak disana langit dijunjung'. Hal ini benar benar sesuai untuk perantau minang. Uniknya dimanapun mereka merantau mereka tidak akan mendirikan perkampungan khusus di perantauan. Kita bisa menemukan orang minang dimanapun tapi tidak akan bisa menemukan perkampungan khusus minang di wilayah manapun di Negeri ini. Sepanjang sejarahnya dalam merantau orang minang diperantauan tidak pernah terlibat konflik dengan masyarakat setempat. Karena daya adaptasi dan baur yang tinggi ini perantau Minang bisa diterima dimana saja.
       Walupun tidak ada perhitungan yang pasti tetapi sekitar 40 % penduduk provinsi Riau adalah perantauan asal Sumatra Barat,bahkan sebanyak 60 % dari masyarakat Negeri Sembilan (Malaysia) mengaku berasal dari Sumatra Barat (Samad Idris,Payung Terkembang). Disemua provinsi di Sumatra akan bisa dengan mudah ditemukan rumah makan Padang. Mereka bahkan bisa ditemukan di ujung terluar pulau Indonesia.
       Kebanyakan orang minang perantauan berprofesi sebagai pedagang. Di Jakarta hampir disetiap pasar yang ada anda  dengan mudah menemukan pedagang orang minang. Walupun banyak juga yang bekerja dalam pemerintahan,mubaligh ataupun seorang ilmuwan dan kaum profesional.
       Hal lain yang menjadi keunikan dari perantau Minang ini adalah kepedulian mereka terhadap kampung halaman. Ini selaras dengan 'Setinggi tinggi terbangnya bangau,kembalinya ke kubangan jua'. Sejauh apapun merantau namun kampung halaman akan tetap terbayang juga. Sehebat hebatnya mereka di negeri orang namun tetap memerlukan pengakuan dan eksistensi di kampung halaman sendiri. Bermula dari ini lah mereka yang mempunyai penghidupan yang lebih baik di rantau akan berlomba lomba untuk melakukan sesuatu demi kampung halamannya. Mereka bahkan kadang terjun langsung dari rantau. Memang unik,walaupun tidak lagi ber-KTP Sumatra Barat tapi rasa tanggung jawab untuk kampung halaman tidak pernah pudar.
     

Komentar

  1. Bener banget, sa...uni klo k Jakarta apalagi k tanah Abangmales banget pke bahasa indonesia..karna ujung2nya urang awak juo kiro nyo...hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyo, itu bana mah ni,. Hahaha
      Di alor ko kiro ndak lai urang padang doh eh tau e alah ado rumah makan padang 2 buah, urang nyo lah 15 tahun disiko..

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sahabat Alor, Tulta dalam Senyuman

One Day One Post, A Day Journey To Yogyakarta (Part 1)

All About Me