Memasak dan Terapi serta Kreativitas
Sumber Gambar google.com |
“Haduuuh, nggak semangat nih,
lagi puasa”
Ini adalah
kata-kata yang paling sering kita dengar ketika Bulan Suci Ramadhan datang. Entah
apa salahnya bulan baik ini selalu dijadikan alibi. Bahkan penulis sendiri juga
melakukannya. Sering terjadi ketika hari yang kita sebut sebagai hari kapal. Itu
adalah hari dimana kapal penumpang yang melayani rute Kupang-Kalabahi berlabuh.
Mengingat waktu berlabuhnya yang bisa dikatakan tengah malam sehingga waktu
untuk beristirahat sedikit berkurang. Terutama hari Rabu.
Debarkasi atau
kedatangan kapal yang langsung bersambut dengan embarkasi, keberangkatan
penumpang benar-benar menguras tenaga. Ditambah dengan panas yang luar biasa di
bulan –bulan ini.Sehingga keluarlah kata-kata ajaib tersebut diatas. Terkadang malu
juga mengingat pasti di luar sana banyak orang-orang yang jam kerjanya lebih
parah tapi tetap semangat dan tidak berkurang kreativitasnya.
Satu yang pasti
terlepas dari keluarnya kata-kata tersebut diatas bagi penulis sendiri bulan Ramadhan
selalu bisa memacu semangat untuk lebih sering bereksperimen di dapur. Entah itu
adalah hal yang bagus atau tidak. Biasanya paling malas untuk memasak, apalagi
ketika pekerjaan menumpuk yang bikin tulang punggung langsung mau rebah saja
begitu buka pintu kos dan melihat kasur. Harus puas dengan makanan yang ‘itu
lagi,itu lagi’.
Namun ketika bulan
puasa datang tak peduli bagaimana capeknya, memasak wajib hukumnya. Rasanya kok
nggak afdol ya kalo nggak masak. Pengen makan masakan yang berbeda setiap hari.
Jadilah kreatifitas di dapur mulai meningkat. Mengingat penulis sendiri orang
minang yang sudah terkenal seantero jagad dengan masakan yang berbumbu, memasak
simple bukanlah pilihan. Hahaha
Selain
menulis,memasak sebenarnya bisa menjadi pengobat stres ketika semua berjalan
bukan sebagaimana mestinya. Ada terapi tersendiri ketika kita bermain dengan
bumbu. Seni tersendiri ketika melakukan langkah demi langkah ketika membuat
sesuatu. Memasak bukan hanya sekedar mengolah bahan menjadi sesuatu yang bisa
dimakan. Ada terapi dan seni ketika kita memotong,menggiling atau mengupas
bahan-bahan yang akan kita olah untuk menjadi makanan.
Di kutip dari food.detik.com menurut psikolog dari Northwestern University Feinberg School of
Medicine, memasak dan membuat kue merupakan kegiatan yang cocok untuk jenis
terapi behavioral activation. Tujuannya
untuk mengurangi depresi dengan menambah aktivitas positif, meningkatkan
perilaku yang berorientasi pada tujuan serta mengurangi sifat menunda dan pasif.
Memasak sebagai
terapi bisa efektif karena membutuhkan banyak kreativitas. Ketika memasak kita menggunakan
sebagian besar dari badan kita . Tangan,bahu,pergelangan tangan, siku bahkan
leher. Bagaimana cara kita menyeimbangkan semuanya agar berjalan sebagaimana
mestinya merupakan salah satu bagian dari terapi. Bagaimana kita bisa melakukan
beberapa hal sekaligus juga bisa meningkatkan keseimbangan kita dalam melakukan
sesuatu.
Memasak bisa
membuat kita merasa senang apalagi ketika makanan yang kita buat disukai oleh
orang lain. Bagi penulis sendiri yang entah bagaimana tidak pernah bisa memasak
dalam porsi yang kecil, selalu merasakan bahagia yang luar biasa ketika makanan
yang dibagi benar-benar dinikmati oleh teman-teman satu kos.
Mungkin banyak
yang masih bertanya bagaimana bisa memasak bisa menjadi terapi untuk diri
masing-masing. Situs Idiva telah merangkumnya menjadi beberapa poin sebagai
berikut :
1.
Menyalurkan kemarahan
Kamu bisa
melampiaskan kemarahanmu ketika kamu membuat adonan kue. Kamu bisa
memukul,membanting dan menarik-narik adonan tersebut sepuas hatimu tanpa harus
khawatir kamu akan menyakiti si adonan.
2.
Rasa damai dan Berhasil
Menyiapkan
segala sesuatu dari awal,memilih bahan,membersihkan kemudian mengolahnya sampai
menghasilkan makanan yang siap dimakan bisa memberikan perasaan damai dan
berhasil serta bangga terhadap diri sendiri.Wangi bahan-bahan
segar yang bisa menjadi aromatherapy. Membawa perasaan gembira didalam diri. Gabungan
dari aroma aroma yang keluar bisa mengingatkan kita pada masa kecil, masa-masa
tanpa beban.
3.
Katarsis
Ketika
kamu merasa lelah, cemas atau tegang dan rasanya ingin menangis,memasak bisa
menjadi obatnya. Kamu bisa menangis didepan orang lain tanpa takut diledekin. What
a better way to do it than chopping onions? Yaaap kamu bisa menangis dengan
memotong bawang. Hahaa
Jadi, mari kita
berkreasi di dapur serta tetap jaga produktivitas walaupun sedang puasa!!
Sumber :
betul, betul, klo rindu orangtua sering nangis sendiri ketika masak. #nostalgiaanakrantau
BalasHapus