Membunuh Rindu Part IV



“Uni ntar nongkrong yuk, ada yang mau aku omongin sama uni..”
“Haah?” Aku mendongak untuk mendapatimu berdiri di depan mejaku. Mungkin aku yang terlalu larut didalam lamunanku sehingga tidak melihat kamu datang menghampiri.
“Ayuuk nanti sore kita ke kafe yang kemaren itu, ada yang mau aku tanyain ke uni..”  tanpa sengaja aku menghembuskan nafas yang tanpa sengaja aku tahan. Mungkin kah? Mungkin saja, bunga itu pada akhirnya mekar dan bertemu sang kumbang. Senja telah melepas rindu berlabuh. Secercah senyum muncul di sudut bibir.
“Ayuuk, mau jam berapa? Balik dari kantor langsung?”
“Boleh, ntar uni tungguin aku bentar ya, mas Agus butuh laporan nya” Aku hanya mengangguk.  Kamu pasti bisa membayangkan bagaimana hatiku saat itu. Membuncah seperti baru saja mendapatkan hadiah yang telah lama aku idam-idam kan. Jadilah, sampai jam pulang datang aku tak henti bersenandung yang tentu saja membuat beberapa orang temanku merasa geli sendiri. Aku tidak pernah bersenandung.
“ Jadi...?”
“Jadi...?” Ah, kamu membuatku gugup, aku tidak tau kalau ternyata aku masih bisa lebih gugup seperti ini. Aku rasa mungkin mukaku sudah memerah seperti kepiting rebus kesukaanku.
“Yaa kan katanya ada yang mau ditanyain ke uni, mau nanya apa musti sampai harus kesini segala? Nggak bisa lewat wa aja gitu?” dan aku juga baru tau kalau aku ternyata bisa cerewet sendiri ketika gugup.
“Ooooo itu, nyantai aja uni tarik nafas dulu pesen dulu...” Aduuuuh tuhan. It was criminal, kamu begitu sempurna.
“....uni mau pesen apa?”
“Uni masih agak kenyang sih, jadi juice aja deh..”
“Okeh...” Aku tak bisa menahan senyumku walau hanya melihat punggungmu. Cinta memang  seaneh itu.
“Uni aku mau nanya tapi jangan diketawain ya, Ana itu orang nya gimana sih?”
 Deg! Kenapa kamu bertanya tentang Ana? Hati ku pun mulai terasa tidak enak. Aku tahu perasaan ini. Aku pernah mengalami ini sebelum nya. Oh nooooo, not again. Berusaha menahan perasaan dan nada bicara aku menjawab.
“ Ana haa, dia baik, sahabat terbaik yang pernah uni punya. Uni nggak akan mau menukar dia dengan apapun, kenapa emang?” Aku memaksakan diri bertanya meskipun aku sudah tau pasti kemana arah pembicaraan ini. Get a grip Reii! Kamu udah pernah melalui nya.
“Ehhhh.....errrrrr.....udah punya pacar belum ya?” Entah cuma perasaanku tapi sepertinya kamu tersipu. Blasss, jelas sudah. Dalam hati dan pikiran aku tidak bisa lagi konsentrasi tapi aku tetap aku yang walau bagaimana pun beratnya menerima ini tapi tidak akan pernah memperlihatkan perasaan yang sebenarnya.
“Belum, tapi setahu uni ada sih beberapa orang yang lagi pdkt ama dia...”
“ Serius?
“Hooh, kenapa? Kamu suka sama Ana?” Kenapa juga coba aku harus mengajukan pertanyaan bodoh itu. Tanpa sadar aku menahan nafas. Kamu benar-benar tersipu.
“Hehehe gimana ya? iya sih dia itu cantik banget. Beberapa kali kita jalan bareng belakangan aku suka memperhatikan dia tapi nggak berani terlalu mendekat. Sebenarnya aku udah lama mau minta tolong uni tapi nggak enak, takut uni ngetawain...” Aku tidak yakin aku dapat kekuatan darimana untuk menjawab. Aku seperti melayang. Tak terasa aku menggenggam erat gelas juice yang belum separuh aku minum.
“Boleh aja, nanti uni bantu deh kamu biar bisa dekat sama Ana. Apa sih yang nggak  buat kamu”
Ilusi itu!!!! Hati yang selalu mengira-ngira. Menyimpulkan dari apa yang selalu aku harap menjadi sebuah kenyataan. Aku sempurna merasa tertikam oleh hatiku sendiri yang telah melanggar kesepakatan yang dibuat sendiri. Sempurna merasa tertipu oleh hati yang sibuk menguntai ilusi yang membuat aku terbuai didalam nya.
Sekali lagi aku harus membunuh rindu ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sahabat Alor, Tulta dalam Senyuman

One Day One Post, A Day Journey To Yogyakarta (Part 1)

All About Me